Jun Nizami
Tentang Seseorang yang Memaafkan Tuhan
Pada mulanya
mungkin memang kata, kemudian
Waktu
bercerita...
I
Ada
seseorang menghadap pada pagi,
Pada
mula hari. Menyambut kabut yang datang,
Memandang
sungai yang pergi, seraya bernyanyi,
Tentang
hidup, sebagai sebuah melodi
Yang
muskil dimengerti:
Kalau saja saya
tak ada, Embun, Daun-daun cantigi.
Tuhan,
bunga-bunga, tentu tak ada.
Tetapi
nyanyi akan berhenti, dan kabut pergi.
Putih
yang terhapus. Langit yang misterius.
Lanskap
demi lanskap yang tersingkap, dan ia mengerti
Ia
takkan pernah mengerti:
Tuhanku,
alangkah lengkap, keberadaan dan keabadian
Begini menyekap
Apakah
Kun untuk sesuatu yang takkan ada?
II
Tetapi
hidup adalah igauan panjang, yang ia pikir, mungkin,
Tak
mesti ia mengerti; Bagaimana Tuhan memerintah;
Gugusan
bintang yang indah; Bulan yang berputar
Sesuai
manzilah; Dan bagaimana manusia pertama,
Yang
pasrah –diutus, dari galaksi yang entah.
III
Ia
teringat pada sepotong percakapan:
- Tak ada yang tak mungkin untuk Tuhan,
Anak Muda!
+ Kita terlanjur ada. Lalu mungkinkah Ia
bisa membuat
Kita jadi tak pernah ada. Tak pernah ada,
Pak Tua?
IV
Ya,
ia akhirnya jadi teringat juga pada seorang Pak Tua,
Suatu
ketika, dengan sebuah nasihat, yang
telah tua pula,
"Tak
ada pilihan, selalu, selain memaafkan
Dan
berdamai dengan dirimu."
Ia
jadi waswas, karena tahu, ada waktu –yang waktu itu
Membuat
nasihat-nasihat semacam itu menjadi terasa
Naif
lagi lucu.
"Saya
kira, Pak Tua," ucapnya, "selalu ada dua
Pilihan
yang tersedia: Yang pertama, pilih pilihan yang kedua.
Yang
kedua, pilih pilihan yang pertama." Mengejek sebenarnya.
Meski
memang, akhirnya, bertahun-tahun kemudian,
Ia
(barangkali terpaksa) percaya, berkata,
"Telah
kuterima diriku, sebagaimana daun-daun
Menerima
embun. Jendela menerima pagi. Telah kuterima
keberadaanku:
Kutukan. Telah kumaafkan Tuhan."
V
Tetapi
segalanya akan berhenti, dan kabut pergi.
Putih
yang terhapus. Langit yang misterius.
Lanskap
demi lanskap yang tersingkap, dan ia mengerti
Ia
takkan pernah mengerti:
Tetapi selalu
terdengar seseorang berseru
Dari dalam
tubuhku, seperti dalam Matius,
Dari luka-luka
Kristus:
Tuhanku,
Tuhanku, kenapa Kamu mempermainkanku?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar