Jumat, 26 April 2013

Nota Elegia IX



Jun Nizami


Nota Elegia IX


1

Tiba juga senja pada akhirnya.
Di sebuah kafetaria, duduk sepasang remaja

Udara dingin, seseorang di antara mereka
lantas melindungi poninya dariusil angin

Nae Sarang, Nae Sarang, rambutnya sehalus
satin,” ucap angin

“Ini deja vu,” ucap waktu, waktuitu

Sementara dari kaca jendela, kota seperti pecahan
cahaya. Miniatur, yang dibangun kembali dari
kesedihan masa lalu dan serpihan kisah cinta

Seulpeun Yeonga; jika hanya untuk menyaksikan
kekasihnya mati, barangkali, Hae-in lebih memilih
untuk tetap buta. Selamanya.

2

Angin demam. Udara penuh aromasoju, ketika
seseorang di antara remaja itu bergumam

Alangkah drama. Alangkah sebetulnya ia ingin
mengungkapkan perasaan cinta

“Kamu masih hafal lagu Arirang?”dengan sumbang,
merasa bodoh, sebab yang mestinya ia ucapkan
hanyalah Saranghaeyo

Arirang, Arirang, Arariyo…” dengan lirih,
seseorang lagi menyanyikan lagu rakyat. Seperti
suara Kim Young-im yang intim lagi berat

Tetapi kemudian, ia berhenti pada lirik yang artinya
kira-kira seperti ini: Dia yang meninggalkanku di sini…

Ia teringat pada seseorang yang tak pernah kembali.
Telah pergi, melampaui jarak 10 li

Ia terlihat bersedih. Lantas seperti biasa, hidup kembali
menghiburnya: Sarangeun modeun goeseul chiyu
hamnida

Ya, ia percaya bahwa cinta menyembuhkan segalanya.
Seperti ia juga percaya, bahwacinta pula muasal
seluruh luka. Kehidupan dan kematian. Kesedih dan
keriangan yang baka

Saranghanun, Saranghanun, sebab begitulah maut,
di mana pun, ialah lanun”

3

Senja tiada juga pada akhirnya.
Seseorang (barangkali penyair)duduk, di sebuah
kafetaria yang tak ada

Dari kaca jendela, udara terlihat hampa. Tak ada
angin tak ada waktu. Hanya ada gugusan lampu dan
yang tak ada itu

Sementara di atas meja: potret seorang wanita yang
mengenakan hanbok dan novel cinta

Kenangan, dan sebuah sajak yangbelum juga
selesai sejak lama: Sajak lama, yang tak ada

“Lagu apakah yang paling sedih didunia?” yang
barangkali penyair itu kini kemudian bertanya.
Seorang penyiar, entah di mana,
lantas memungkas cerita, dan memutarkannya
sebuah lagu yang tak ada

Ketiadaan itu…

Tetapi ia mendengarnya,  mendengarkannya…