Minggu, 20 November 2011

Catatan Perjalanan Temu Sastrawan Indonesia-IV, Ternate, Maluku Utara

(1)

Tunduklah kepada Salmah, pergilah ke mana ia pergi. Dan ikuti angin takdir, bergeraklah ke mana angin ini bergerak (Ahmad Al Hadhrami)

Entah sejak kapan tepatnya saya mengikuti Salmah –atau dalam hal ini, mulai bergerak mengikuti angin, membaca, lantas mulai menulis sejumlah puisi. Biarlah Hanya Tuhan yang masih mengingatnya. Dan barangkali Pak Wardjito (Pendiri Penulismuda.com), yang sejak awal, dengan ikhlas, sudah sudi membaca sajak-sajak mentah yang mulai saya tulis. Sebab saya sendiri telah benar-benar dengan sengaja melupakan waktunya. Dan bahkan saya telah membakar seluruh sajaknya. Bukan bermaksud ingin menghapus jejak awal proses kreatif saya, tetapi justru karena saya ingin menekankan, bahwa semenjak kita dilahirkan betapa puisi telah meliputi hari-hari manusia. Bahwa dari waktu ke waktu, puisi terus berproses dalam diri manusia. Disadari atau tidak. Diinginkan atau tidak. Dituliskan atau tidak!

(2)

Barangkali kau masih mampu menahan peluru, tapi puisi ialah waktu. Ia adalah waktu!

Sebab seperti hidup, Sayangku, begitulah puisi mengalir. Tapi juga seperti kegelisahan, tanpa arah, tanpa hulu, dan tanpa hilir. Seperti ketika aku jatuh cinta padamu lantas kemudian berfikir:

Suatu hari, kenapa aku akan patah hati?

Kenapa jari-jariku hidup tetapi akan mati?

Kenapa bumi dibuat untuk terus dihancurkan kembali?

Yang saya ingat, ketika pertama jatuh cinta (kata pertama di sini pun sebenarnya adalah sesuatu yang ingin saya lupakan, sebab akan sangat mempersempit penafsiran), begitulah saya mulai suka membaca. Membaca apa saja. Maka “semenjak” jatuh cinta (nama lain patah hati) serta semenjak suka membaca itulah saya mulai menulis. Perihal pertanyaan-pertanyaan, kegelisahan-kegelisahan seperti di atas. Disertai kepekaan yang terlatih dengan sendirinya, juga kehadiran berbagai sudut pandang, yang menjadi berkah tersendiri bagi seorang penyair. Dan begitulah, seluruhnya didapat dengan membaca, proses awal agar seseorang bisa terus berfikir.

Sebab hanya pikiranlah yang dapat membedakan antara Adam dengan mayat hidup, antara orang waras dengan saya, antara seorang hyena dengan seekor manusia: Aku ingin merasa tak pernah ada, maka aku ada.

(3)

Kuceritakan kepadamu, bahwa ada seorang pencari yang tengah berjalan di garis tanganku. Ia percaya bahwa ia tak akan pernah menemukan apa-apa. Sebab betapa ia tahu, bahwa menemukan bukanlah takdir bagi seorang pencari, cintaku

Aneh juga menyaksikan kali pertama ia naik pesawat. Pertama menuju bandara, dan menyaksikan para petugas yang tak dapat menemukan bom waktu dalam dadanya. Aneh juga, karena dengar-dengar puisilah yang menerbangkannya, menuju event TSI-IV di Ternate, Maluku Utara.

“puisi? Hmm,,, ada-ada saja!”

(4)

Pungkit, aku menyentuh dengkul langit. Sementara dari jendela pesawat kusaksikan bumi dan abad-abad. Berlari,lantas saling melukai. Tak ada yang merawat, pulau-pulau sunyi yang sakit

(24/10) Sekitar pukul 07: 10 WIT, saya tiba di Bandara Sultan Babullah, Ternate. Tapi entah kenapa saya masih saja bertanya,

“apakah penting saya datang ke sini?”

“apakah saya harus berterimakasih ataukah saya harus mengutuk puisi-puisi yang telah merepotkan saya ini?”

“kenapa pak Wardjito (Pendiri Penulismuda.com) yang malah bisa melihat kepentingan event ini bagi saya, ketimbang saya? Sehingga beliau rela mengirimkan uangnya untuk biaya transpor saya! Padahal kami hanya pernah bertemu sekali. Dan ini yang saya garis bawahi, padahal beliau bukan Bupati!”

“jadi seberapa pentingkah event ini untuk saya?”

Begitulah saya terus mencari-cari jawaban. Saya mencari, maka tak menemukan.
Pertanyaan-pertanyaan ini, betapa erat kaitannya dengan pertanyaan-pertanyaan saya, kesangsian-kesangsian saya akan hidup.

Tuhan, saya bersumpah tidak akan bersedih jika sekalipun tidak bisa datang ke kota yang indah  ini. Sebagaimana saya tidak akan menangis meskipun saya tidak dilahirkan ke dunia.

Tapi sesuatu yang datang bukankah sudah sepatutnya untuk disyukuri? Yang berupa kesedihan atau pun yang merupakan kegembiraan. Lagi-lagi saya sangsi menghadapi dua hal ini. Kesedihan dan kegembiraan yang entah apa bedanya.

Tetapi sungguh saya bersyukur bisa datang ke kota ini. Meski sungguh, sebenarnya saya pun tetap akan bersyukur jika tak bisa datang ke kota ini.

Bersyukur pula bisa bertemu dengan sastrawan-sastrawan senior yang ternyata sama-sama manusia: Yang pendiam, yang murah senyum, yang pandai bicara, yang sombong.. yah manusia!

(5)

(26/10)

Aula Makugawene, Pemkot Ternate.

Tak banyak yang dapat saya tangkap dalam sesi seminar yang menghadirkan dua pembicara dan dimoderatori oleh Ahda Imran ini. Bukan disebabkan oleh mikropon yang bunuh diri ketika Afrizal Malna berbicara. Tapi barangkali ketika itu saya baru tahu apa itu seminar. Terlebih, saya bukan seorang dari kalangan akademisi. Terlebih, yang saya tahu “hanyalah” bertani dan menulis puisi.

Tapi ada yang perlu saya catat dan ingat, bahwa saya telah terpukau dengan pemikiran Manneke Budiman, yang waktu itu menjawab lontaran Binhad Nurrohmat dengan secara mengesankan.

Ya, saya perlu membaca esei-eseinya!

(6)

(27/10)

Malam Di Kelurahan Tubo. Tebakan saya tidak meleset, Acep Zamzam Noor berjoget.

(7)

Di sebuah kamar hotel yang mengarah ke laut, kulihat lampu-lampu juga kapal-kapal yang berangkat. Kamu, kembali berkelebat!

Kamar nomor 2323 bercahaya. Ahmad Faisal Imron yang berwajah manis. Hingga saya mengelilingi Tidore dengan gratis.

Matanya. Bahasa laut itu.

Ada yang harus saya tulis! Ada yang harus saya tulis!

(8)

Galah termasuk orang yang diberkahi kepala yang pecah. Ahmad Syahid dipanggilnya Walkman hanya karena jambangnya yang lebat. Sedangkan Herton, suka sekali bicara dengan handphone. Bahkan, ia memanggil Handphonenya dengan sebutan “neng”.

Sementara Restu memanggil saya dengan sebutan penulismuda dot com. Saya mengira, itu bagian dari cara promosinya. Promosi website di mana ia menjadi anggotanya juga.

(9)

Oke, saya sepakat dengan seluruh sastrawan bahwa LO nya memang cantik-cantik. Sungguh mengerikan!

(10)

Selepas membaca kembali artikel Husain Alting, SE di Malut Post  edisi 24/10/2011 sebagai Catatan Pengantar TSI-IV, dengan judul Narasi Cinta Dalam Sastra Etnik Ternate, saya bertanya-tanya tentang cerita Sofi Sado Sone yang dibahas sepintas. Kisah sepasang kekasih yang memilih dimakamkan bersama di kawasan pekuburan Santiong. Tapi sayang sekali, seperti di dalam artikel itu, para LO pun tak ada yang lebih tahu dengan jelas. Barangkali memang seperti yang sudah dijelaskan di dalam artikel itu sendiri:

Bahwa sastra lama Ternate tidak terdokumentasi dengan baik dan hanya ditemukan melalui ungkapan lisan para orang tua atau serpihan-serpihan kertas yang tercecer pada masing-masing individu.

(11)

(25/10)

Di Lapangan Ngara Lamo, selain penampilan Emha dengan Kyai Kanjengnya, monolog cerpenis Joni Ariadinata benar-benar tak kalah menariknya. Penampilan Happy Salma mah, No Coment lah!

(12)

(26/10)

Malam di Dodoku Ali, bersama Pungkit ditraktir Isbedy (salah satu Kurator Puisi) minum segelas Guraka.

Laut tengah surut waktu itu.

(13)

(27/10)

Malam di stadion Kie Raha. Lomba baca puisi tngkat SMU, untuk mengejar target rekor MURI dengan juri terbanyak.

Ah, rekor, entah kenapa masih saja berputar-putar dengan kategori yang itu-itu saja. Terbanyak, terpanjang, terlama, tercepat, terbesar, terkecil!

(14)

Honor belum dibagikan, Matdon kasihan.

Mengingat Afrizal Malna. Pakaian kotor menumpuk di dasar jurang, katanya. Laundry di Hotel, alahai, betapa mahal!

(15)

Termasuk kau kekasihku, tapi rupanya dunia terlalu semu untuk kujadikan sebab, bagi segala kegirangan juga kedukaanku

(29/10)

Sebagian kepulangan tertunda karena jadwal penerbangan yang diundur. Ada yang sedih, ada yang gembira. Tergantung memakai kaca mata siapa. Saya tidak dalam kedua-duanya.

 (16)

Seperti hamparan lampu-lampu itu yang lebih terlihat indah dari kejauhan. Kau, Nampak lebih bercahaya dalam kenangan

1 komentar:

  1. PIN BB : 264093EF .HP : 085-756-676-237
    HARI INI KAMI ADAKAN PROMO TERMURA & TERPERCAYA website:http://ardhanionlineshop.blogspot.com Produk dijamin asli
    ARDHANI SHOP : Barang yang Kami Tawarkan Semuanya Barang Asli Original Ada Garansi Resmi Distributor dan Garansi TAM .
    Semua Produk Kami Baru dan Msh Tersegel dLm BOX_nya.
    Ready Stock ! Apple iPhone 5 32GB Rp.2.800.000,-
    Ready Stock ! Apple iPhone 5S 32GB Rp.3.500.000,-
    Ready Stock ! Samsung Galaxy Note 3 Putih Rp.2.500.000,-
    Ready Stock ! Apple iPhone 6 plus 32GB Rp.4.500.000,-
    Ready Stock ! Samsung Galaxy Note 4 SM-N910H Gold Rp. 3.3000.000
    Ready Stock ! Samsung Galaxy S5 Rp.2.600.000,-
    Ready Stock ! Samsung Galaxy S4 I9500 - PUTIH Rp.1.700.000
    Ready Stock ! Samsung Galaxy S6 32GB Rp.3.000.000
    Ready Stock ! Samsung Galaxy S6 edge 32GB Putih Rp.4.000.000,-
    Ready Stock ! Samsung Galaxy A3 Rp.1.500.000
    Ready Stock ! Samsung Galaxy A5 Rp.2.200.000
    Ready Stock ! Samsung Galaxy E5 E500H Putih Rp.1.500.000,-
    Ready Stock ! Samsung Galaxy E7 E700H Putih Rp. 1.900.000,-
    Ready Stock ! Apple iPhone 4S 16GB (dari Telkomsel) Rp.1.200.000,-
    Ready Stock ! Samsung Galaxy Grand Prime SM-530H Rp.900.000
    Ready Stock ! Asus Zenfone 2 ZE551ML RAM 4GB-64GB Rp.2.500.000,-

    BalasHapus